Personalisasi Layanan Kesehatan: Meningkatkan Kehidupan Pasien, Berkontribusi pada Sistem Pelayanan Kesehatan Berkelanjutan

  • Roche Indonesia menyelenggarakan hari kedua Roche Fair 2021 dengan sesi pleno bertajuk “How Personalised Healthcare Contribute to a Sustainable Healthcare System?” Sesi ini menyoroti layanan dan solusi yang terpersonalisasi dan inovatif untuk mengubah kehidupan pasien dan menciptakan sistem perawatan kesehatan yang berkelanjutan.

  •  Personalisasi layanan kesehatan (personalised healthcare) menyatukan ilmu kedokteran, teknologi digital, dan ilmu data. Pendekatan ini menempatkan pasien sebagai fokus utama, memungkinkan pengobatan dan perawatan disesuaikan dengan individu, serta memberikan manfaat bagi pasien, populasi, dokter, peneliti, dan sistem kesehatan.

Jakarta, 13 November 2021 – Sistem kesehatan di Indonesia mulai bangkit setelah pandemi COVID-19 semakin terkendali. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, inovasi dalam perawatan kesehatan dan infrastrukturnya semakin signifikan. Demi menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, dukungan multisektoral dan peningkatan perawatan pasien melalui personalisasi kesehatan menjadi hal yang penting. Hal ini sudah sejalan dengan pemerintah Indonesia yang bahkan dilaporkan mengalokasikan Rp. 255,3 triliun atau 9,4 persen dari total APBN tahun 2022, dengan salah satu fokus untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien.

“Dalam menghadapi pandemi COVID-19 selama beberapa bulan terakhir, semakin jelas bahwa banyak hal yang dapat dicapai jika para pemangku kepentingan di sistem layanan kesehatan menunjukkan upaya untuk berkolaborasi dan semangat untuk menghadapi tantangan bersama. Bayangkan apa saja yang bisa kita capai jika kita berkolaborasi dengan cara yang sama untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit lainnya. Dengan memanfaatkan kemajuan dalam ilmu klinis dan teknologi kesehatan digital, kita dapat membangun sistem perawatan kesehatan yang memberikan solusi berkualitas tinggi kepada masyarakat secara berkelanjutan. Penciptaan infrastruktur data kesehatan terintegrasi yang didukung oleh kebijakan berbagi data yang tepat dapat memungkinkan sistem kesehatan memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan berbasis data. Ini berarti mengalokasikan sumber daya yang ada untuk intervensi berdampak tinggi sambil meminimalkan pengeluaran yang kurang efisien dan dapat dihindari dalam sistem. Hal ini menjadi visi kami untuk memungkinkan semua orang di Indonesia mendapatkan manfaat dari kemajuan terbaru dalam pelayanan kesehatan,” ungkap Transformation Lead of PHC and FMI Roche Pharma International Devmanyu Singh.

Personalisasi layanan kesehatan memungkinkan semua orang memiliki akses kesehatan yang lebih baik dengan biaya yang relatif rendah. Pendekatan ini mengubah model sapu jagat (one-size-fits-all) dalam penanganan penyakit menjadi lebih terpersonalisasi. Nantinya, ketika seorang pasien datang ke sebuah fasilitas kesehatan, gejala dan hasil laboratorium mereka akan dibandingkan dengan jutaan pasien serupa dan dicocokkan dengan jenis perawatan yang terbukti memiliki potensi keberhasilan tertinggi.

 

“Kemajuan sains dalam dunia kedokteran telah mendukung kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan. Dengan mengikuti perkembangan ilmu hayati manusia (genomik dan berbagai omik lainnya) serta didukung oleh revolusi digital dalam sistem layanan kesehatan akan memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana cara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seseorang dengan tepat. Pergeseran ke personalisasi layanan kesehatan kemudian menjadi penting, mengingat jumlah pasien penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Menurut World Bank, PTM berkontribusi pada sekitar 76 persen kematian di Indonesia per 2019. Namun untungnya, sebagian besar kasus dapat tertangani dan terobati jika dapat dideteksi sejak dini,” kata Principal Research Fellow Eijkman Research Center for Molecular Biology, National Research and Innovation Agency Herawati Sudoyo, M.D, Ph.D.

Berbicara tentang kesiapan Indonesia dalam bidang personalisasi layanan kesehatan, beliau mengutip hasilyang diterbitkan oleh inisiatif Future Proofing Healthcare dan dipimpin oleh panel 15 ahli kesehatan terkemuka di Asia-Pasifik, di manaberada di peringkat ke-11 dari 11 negara yang diukur. Indeks tersebut menggambarkan kesiapan dari empat pilar; informasi kesehatan, layanan kesehatan, teknologi yang dipersonalisasi, dan konteks kebijakan. Hasil laporan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada tahap awal transisi ke personalisasi layanan kesehatan. Seperti di banyak negara Asia Pasifik lainnya, kesenjangan yang signifikan pada akses dan kualitas kesehatan terletak pada disparitas antara perkotaan dan pedesaan. Namun, Indonesia telah merumuskan kebijakan dan strategi untuk mendorong pengembangan fondasi untuk personalisasi layanan kesehatan. Hasilnya, beberapa layanan kesehatan berbiaya rendah yang dapat diakses secara digital (seperti telehealth) mulai dipercaya dan digunakan oleh berbagai kalangan di Indonesia.


Beliau juga menekankan temuan dari Indeks tersebut bahwa, “Peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan layanan kesehatan, ditambah dengan perencanaan yang menekankan kesetaraan dan peningkatan kapasitas di semua bagian ekosistem kesehatan, berperan penting untuk menggerakkan Indonesia untuk mencapai sistem personalisasi layanan kesehatan yang merata.”

Lebih lanjut, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D., FRSPH, Associate Professor, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada juga menyatakan bahwa kolaborasi multisektor berperan sangat penting untuk mencapai pemerataan kesehatan bagi semua orang.

“Tentunya kita belajar dari pandemi COVID-19, di mana jelas bahwa sistem kesehatan perlu berinovasi agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang,” kata dr. Mahendradhata. Dia melanjutkan, “Untuk mewujudkan personalisasi layanan kesehatan, diperlukan perubahan mendasar pada perencanaan, pengaturan dan pemberian pelayanan kesehatan agar lebih baik. Pemerintah kita telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan JKN, dan saat kita bergerak menuju cakupan kesehatan global, ada peluang untuk menerapkan personalisasi layanan kesehatan, bahkan melampaui sistem yang lebih maju. Dengan cara ini, kita dapat mempersiapkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih berkelanjutan.”

Personalisasi layanan kesehatan mulai diterapkan di berbagai belahan dunia. Di Australia, misalnya, Roche bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan setempat, Australasian Lung Cancer Trials Group, Omico (sebelumnya Australian Genomic Cancer Medicine Centre), dan National Health and Medical Research Council (NHMRC) Clinical Trials Centre dalam menyediakan uji coba klinis bagi pasien dengan kanker paru ganas jenis tertentu. Selain berpotensi meningkatkan hasil bagi pasien yang terdiagnosa dengan tingkat kelangsungan hidup yang kurang baik, uji coba yang didanai oleh Kementerian Kesehatan Australia dan Roche tersebut akan menjadi cetak biru atau blueprint mengenai bagaimana personalisasi tersebut menjadi standar dalam penanganan kanker di negeri kanguru.

“Seiring kemajuan dalam personalisasi layanan kesehatan untuk meningkatkan pengalaman dan hasil perawatan pasien, kami akan terus mendorong upaya tersebut melalui kemitraan dengan sistem dan komunitas kesehatan. Kami berkomitmen untuk terus mengeksplorasi peluang yang dapat memberdayakan pasien dan pengasuh mereka dengan akses terhadap inovasi dan informasi, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam setiap keputusan medis yang mereka akan ambil,” tutup Devmanyu.

Roche adalah pelopor global di bidang farmasi dan diagnostik yang berfokus pada kemajuan sains untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Gabungan kekuatan dari farmasi dan diagnostik di bawah satu atap telah menjadikan Roche sebagai pemimpin dalam personalised healthcare - sebuah strategi yang bertujuan untuk menyesuaikan perawatan yang tepat kepada setiap pasien dengan cara sebaik mungkin.

Roche adalah perusahaan bioteknologi terbesar di dunia, dengan obat-obatan yang benar-benar berbeda di bidang onkologi, imunologi, penyakit menular, oftalmologi, dan penyakit pada sistem saraf pusat. Roche juga merupakan pemimpin dunia dalam diagnostik in vitro dan diagnostik kanker berbasis jaringan, dan pelopor dalam manajemen diabetes.

Didirikan pada tahun 1896, Roche terus mencari cara yang lebih baik untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati penyakit, serta memberikan kontribusi yang berkelanjutan kepada masyarakat. Perusahaan juga bertujuan untuk meningkatkan akses pasien kepada inovasi medis dengan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait. Lebih dari tiga puluh obat yang dikembangkan oleh Roche termasuk dalam Model Lists of Essential Medicines dari World Health Organization, di antaranya obat-obatan antibiotik yang menyelamatkan jiwa, antimalaria, dan kanker. Selain itu, selama dua belas tahun berturut-turut, Roche telah diakui sebagai salah satu perusahaan paling berkelanjutan di Industri Farmasi oleh Dow Jones Sustainability Indices (DJSI).

Roche Group, yang berkantor pusat di Basel, Swiss, aktif di lebih dari 100 negara dan pada 2019 mempekerjakan sekitar 98.000 orang di seluruh dunia. Pada 2019, Roche menginvestasikan CHF 11,7 miliar dalam R&D dan membukukan penjualan sebesar CHF 61,5 miliar. Genentech, di Amerika Serikat, adalah anggota yang sepenuhnya dimiliki oleh Roche Group. Roche adalah pemegang saham mayoritas di Chugai Pharmaceutical, Jepang. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi

Di tahun 2021, Roche merayakan ulang tahunnya yang ke-125 tahun secara global dan 50 tahun kehadirannya di Indonesia. Pada pencapaian penting ini, Roche Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk bermitra dengan seluruh sistem perawatan kesehatan untuk meningkatkan hasil perawatan pasien dan memberikan perawatan yang inovatif dan dapat diakses oleh semua orang. 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Kontak KamiWorldwidelinkedinfacebooktwitterinstagramyoutubeTentang KamiFarmasiKarirMediaArtikelKebijakan privasiPernyataan hukum